Sabtu, 14 Oktober 2017

Esensi Pelayanan

ESENSI PELAYANAN

            Banyak orang rindu melayani Tuhan di gereja, seperti menjadi pemusik, worship leader, dan singer. Hal ini tidak terlepas dari kerinduan dan talenta yang Tuhan berikan ke setiap individu. Pembahasan mengenai materi ini dimaksudkan untuk menjawab keresahan dari praktik-praktik yang bersifat teologis disekitar persoalan pelayanan. Pelayanan itu sendiri sebetulnya tidak memiliki hirarki. Hal ini dikarenakan semua pelayanan itu sama saja dimata Tuhan, tidak ada yang biasa saja atau amat sangat luar biasa. Kedudukan pemusik di gereja dengan worship leader, bahkan dengan pengkotbah (orang yang memberikan firman di gereja) sama saja di mata Tuhan karena tugas dari pelayan adalah sama yaitu melakukan perintah tuannya. Realitanya, masyarakat gereja terkonstruk pada pola hirarki yang semu. Pelayan Tuhan tidak lagi melayani tuannya (Tuhan Yesus) tetapi menjadi alat yang digunakan oleh para pemimpin untuk memajukan gereja. “Pelayanan” berasal dari kata “pelayan” yang devinisnya adalah:
“Pengertian pelayan dalam Kitab Suci sebenarnya merujuk mereka yang menjadi budak. Budak itu tanpa hak. Yang ia miliki hanyalah kewajiban. Ia harus melayani tuannya kapan pun juga. Seorang budak tidak memiliki kuasa apa-apa bahkan atas hidupnya sendiri.[1]
Penjelasan diatas dianalogikan oleh Martasudjita dengan Yesus yang turun ke bumi menjadi pelayanan. Hal ini terlihat dari pengorbanan Yesus sampai Ia mati di kayu salib. Seorang pelayan atau hamba (Yesus) tidak memiliki kuasa untuk menolak perintah Tuhan atas nyawanya sendiri.
Menjadi seorang pelayan Tuhan yang baik harus mau memberikan tubuh, jiwa, dan rohnya ke Yesus. Pelayanan itu sendiri lahir dari sebuah keikhlasan (dari hati), bahkan Paulus menjadikan dirinya sebagai suatu alat di tangan Yesus.[2] Kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah memberikan seluruh apa yang dimiliki kepada tuannya (TuhanYesus).
Pada perkembangannya, pelayanan selalu diidentikan dengan melayani Tuhan di gereja (gedung). Hal ini sering diutarakan oleh beberapa pengurus yang mewajibkan pelayan Tuhan “wajib” melayani di gereja. Pergeseran kata “pelayanan” dalam konteks ranah menjadi ambigu. Tulisan Paulus kepada jemaat di Korintus menegaskan bahwa gereja bukanlah sekedar sebuah gedung, melainkan manusianya itu sendiri. Pernyataan Paulus menegenai gereja, yaitu:
“Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu”.[3]
Paulus menyatakan dengan jelas bahwa gereja atau bait Allah bukan sebuah gedung melainkan manusia. Gereja menjadi sebuah subjek (saya, anda, kamu, dia, mereka, dan kalian) bukan mengarah kepada objek (bangunan). Pelayanan yang sesungguhnya bukan di gereja pada hari minggu saja, tetapi disetiap hari saat kita bertemua dengan manusia lain.
            Pergeseran makna pelayanan atau melayani inilah yang menjadi keresahan penulis. Banyak pemimpin menegaskan bahwa pelayanan itu hari minggu dan di gereja. Hal ini terlihat jelas dari doktrin yang diajarkan. Pelayan Tuhan di gereja (worship leader, singer, pemusik, dan soundman) diharuskan selalu melayani setiap hari minggu. Padatnya ibadah minggu membuat terbengkalainya kegiatan di hari senin. Pernyataan pendeta Gilbert Lumoindong dalam akun facebooknya menulis tujuh syarat pelayan Tuhan yaitu (1) semua perlu memiliki hati hamba; (2) semua harus rendah hati dan mengandalkan Tuhan; (3) semua harus lemah lembut; (4) mental prajurit; (5) semua harus melayani secara excellent (cepat dan tanggap terhadap segala kebutuhan; (6) semua bisa dipercaya untuk hal-hal kecil; dan (7) semua harus membangun kerja sama tim.[4] Banyak pernyataan orang lain yang membahas mengenai pelayan Tuhan, salah satunya Yohanes Ratu Eda. Ia menulis mengenai beberapa kriteria menjadi pelayan kristus yang baik, yaitu memiliki kepribadian yang mantap, meiliki pola pelayanan yang tepat, dan memliki motovasi yang benar (kita dapat melayani sesungguhnya karena kemurahan dan kuasa Tuhan).[5] Kedua pernyataan diatas tidak menyebutkan bahwa pelayanan harus di  gereja (tempat). Menjadi pelayan Tuhan intinya adalah berpedoman pada kasih dan kemuranan Tuhan Yesus .
            Pelayanan Tuhan di gereja (gedung) tidak semuanya fulltime yaitu memberikan waktunya untuk Tuhan dan Gereja, tetapi ada yang parttime. Kebanyakan dari parttime mengalami kesusahan mengatur jadwalnya. Contohnya, seorang mahasiswa atau pelajar yang menjadi pelayan Tuhan di gereja. Kesibukan ibadah minggu membuat lelah sehingga berdampak pada ketidakhadiran kuliah atau sekolah pada hari senin. Jika hal ini terus terjadi dan mengakibatkan hancur pendidikannya (dalam segi nilai), disini nama Tuhan sama sekali tidak dimuliakan. Tuhan akan menjadi alasan kemerosotan nilai dalam pendidikannya. Seorang mahasiswa pelayanan utamanya adalah belajar atau berkuliah maka lakukan semua untuk kemulian Tuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara belajar yang rajin, ujian tidak mencontek, dan mendapatkankan nilai yang baik. Mahasiswa yang telah melakukan hal tersebut, secara tidak langsung telah pelayanan dan meninggikan nama Tuhan. Nilai IPK atau hasil ujian yang baik semata-matu digunakan pelayanan yang terbaik untuk Tuhan. Mahasiswa belajar dengan rajin hal ini menjadi ucapan syukur karena Tuhan Masih memberikan kesempatan untuk kuliah. Kesempatan yang Tuhan kasih jangan disia-siakan, lakukan semua untuk kemuliaan Tuhan. Ketika kita menjadi orang yang terbaik di kampus, it’s all no about you or me but it’s all about Jesus.
            Menjadi pelayanan Tuhan adalah sebuah kewajiban setiap manusia yang percaya kepadaNya. Hal ini dikarenakan hidup kita telah ditebus olehNya diatas kayu salib. Pelayan Tuahan yang baik itu tidak terfokus di gereja (gedung) dan setiap hari minggu saja. Pengertian inilah yang membuat pergeseran makna pelayan Tuhan. Menjadi pelayan Tuhan haruslah disetiap waktu dan ruang, melakukan yang terbaik untuk kemulaian nama Tuhan. Berhentilah mendoktrin dan memaksa seseorang menjadi pelayan Tuhan karena melayani Yesus adalah keikhlasan, kesadaran, dan kemauan dari dalam diri. Pelayanan tidak hanya di sebuah gedung yang disebut gereja saja hal ini lah esensi dan makna pelayanan menjadi ambigu. Pelayanan tidak dapat dibatasi oelh ruang dan waktu. Dimana kita berada dan disetiap hembusan nafas lakukanlah yang terbaik untuk kemuliah nama Tuhan, itulah pelayanan yang sesungguhnya.
It’s all about Jesus
.



DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alkitab Perjanjian Baru. 1 Korintus 3:16-17.
Barclay, William. Pemahaman Alkitap Setiap Hari: Surat Roma. Terj. Nanik Harjono dan Jakub Susabda.  Cetakan ke-9. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009.
Pr. E. Martasudjita. Pelayanan yang Murah Hati. Yogyakarta: Kanisius. 2003.

Sumber Online
Lumoindo, Gilbert. “7 syarat pelayan Tuhan”. Diakses pada laman https://id-id.facebook.com/psgilbertlumoindong/posts/10151511205496426. Tanggal 15 Oktober 2017.
Ratu Eda, Yohanes. “Menjadi Pelayan Kristus Yang Baik 1”. Diakses pada laman       https://kumpulankhotbahalkitabiah.blogspot.com/2015/08/menjadi-pelayan-kristus-yang-baik-part-1.html. Tanggal 15 Oktober



[1]E. Martasudjita Pr, Pelayanan yang Murah Hati (Yogyakarta: Kanisius, 2003),  41.
[2]William Barclay, Pemahaman Alkitap Setiap Hari: Surat Roma, Terj. Nanik Harjono dan Jakub Susabda, cetakan ke-9 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009), 301.
[3]Alkitab Perjanjian Baru, 1 Korintus 3:16-17.
[4]Gilbert Lumoindo, “7 syarat pelayan Tuhan”, diakses pada laman https://id-id.facebook.com/psgilbertlumoindong/posts/10151511205496426, tanggal 15 Oktober 2017.
[5]Yohanes Ratu Eda, “Menjadi Pelayan Kristus Yang Baik 1”, diakses pada laman https://kumpulankhotbahalkitabiah.blogspot.com/2015/08/menjadi-pelayan-kristus-yang-baik-part-1.html, tanggal 15 Oktober 2017.