Kamis, 08 Februari 2018


BAB I
MENGENAL DAN MEMAHAMI
HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL


            Manusia merupakan makhluk sempurna yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini terbuktik bahwa manusia memiliki akal bukan sekedar otak. Sebelum pembahasan lebih jauh, penulis akan menjabarkan secara singkat devinisi dari: (1) Hak, devinisinya yaitu milik, kepunyaan, kewenangan[1]; (2) Intelektual, artinya yaitu yang memiliki kecerdasan tinggi, kaum terpelajar[2]. Kedua definisi diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai HaKI yaitu kewenangan atas sesuatu yang dimiliki oleh sesorang yang dihasilkan dari kecerdasan yang dimiliki orang tersebut. Definisi lain dari HaKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari kreativitas intektual.[3]
            HaKI itu sendiri secara implisit membahasa mengenai hasil karya yang dihasilkan atau dibuat oleh sesorang. Perkembangan zaman membuat orang terus melakukan inovasi untuk memenuhi kebutuhannya. Banyak orang yang menciptakan barang guna menyejahtrakan kehidupan. Contoh: dibidang transportasi, perkembangannya semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari kendaraan yang ada di jalan raya. Berawal dari alat transportasi yang masih menggunakan hewan, kini berkembang ke kendaraan bermotor. Banyak model motor dan mobil yang sering berlalu-lalang di jalan raya. Merek, bentuk, dan logo kendaraan tersebut berbeda-beda. Hal ini karena setiap motor dan mobil sudah dipatenkan dari mesin sampai bodynya. Barang atau produk yang diciptakan memiliki dua hak, yaitu (1) hak ekonomis, yaitu hak untuk mendapatkan manfaan ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait; dan (2) hak moral, yaitu hak yang melekat pada diri si pencipta yang tidak dapat dihilangkan tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta telah dialihkan.[4] Pencipta memiliki kuasa atas hasil ciptaannya dan hal ini dilindungi oleh undang-undang.
            Kuasa penuh atas penemu atau pencipta barang tersebut. Hal inilah yang membuat HaKi menjadi sebuah hak privat. Hak privat artinya bahwa HaKI hanya dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum secara eksekutif.[5] Secara tidak langsung, orang atau badan hukum tersebut memiliki power yang kuat untuk mengontrol dan memperbanyak hasil ciptaannya. Jika ada orang atau badan hukum yang meniru barang tersebut, maka akan kena pidana berupa hukuman atau denda uang.
            HaKI diatur oleh undang-undang yang mengikat setiap masyarakat Indonesia dalam membuat dan menciptakan sesuatu. Undang-undang yang mengatur menganai hak cipta sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda. Hal ini dikemukakan oleh Muhamad Firmansyah, ia mengemukakan:
Peraturan perundang-udangan di bidang hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia mulai ada pada dekade 1980-an, yakni ketika pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, UU Merek pada tahun 1885, UU Paten pada tahun 1910, dan UU Hak Cipta pada tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indie…Pada zaman pendudukan Jepang (1942 – 1945), semua peraturan perundang di bidaang HKI masih berlaku.[6]

Pernyataan diatas dapat disimpulakan bahwa Indonesia pada saat masih bernama Netherlands East-Indie, telah mengenal mengenai undang-undang yang membahas mengenai hak merek, paten, dan cipta sekitar tahun 1844 sampai 1912. Hal ini membuktikan bahwa Indonesia tidak awam mengenai undang-undang mengenai HaKI.
HaKI itu sendiri memiliki banyak point-point yang saling berkesinambungan. HaKI dibagi menjadi dua, yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri (paten, merek, desain industri, DTLST, rahasia dagang, dan perlindungan verietas tanaman.[7] Pada bab berikutnya, penulis akan menjelaskan secara rinci dan singkat sub-sub pada HaKI yang berhubungan dengan karya musik maupun instrument dalam ranah etnomusikologi.


DAFTAR PUSTAKA


Firmansyah, Muhamad. Tata Cara Mengurus HaKI: Hal atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Visi Media. 2008.
Muda, Ahmad A.K. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Reality Publisher. 2006.
Nurachmad, Much. Segala Tentang HAKI Indonesia. Jogjakarta: Buku Biru. 2012.


[1]Ahmad A.K. Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya: Reality Publisher, 2006), 247.
[2]Muda, 270.
[3]Much. Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia (Jogjakarta: Buku Biru, 2012), 15.
[4]Ibid.
[5]Ibdi, 16.
[6]Muhamad Firmansyah, Tata Cara Mengurus HaKI: Hal atas Kekayaan Intelektual (Jakarta: Visi Media, 2008), 1-2.
[7]Nurachmad, 22.