BAB
I
MENGENAL
DAN MEMAHAMI
HAK
ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
Manusia
merupakan makhluk sempurna yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini
terbuktik bahwa manusia memiliki akal bukan sekedar otak. Sebelum pembahasan lebih
jauh, penulis akan menjabarkan secara singkat devinisi dari: (1) Hak,
devinisinya yaitu milik, kepunyaan, kewenangan[1];
(2) Intelektual, artinya yaitu yang memiliki kecerdasan tinggi, kaum terpelajar[2].
Kedua definisi diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai HaKI yaitu
kewenangan atas sesuatu yang dimiliki oleh sesorang yang dihasilkan dari
kecerdasan yang dimiliki orang tersebut. Definisi lain dari HaKI adalah hak
untuk menikmati secara ekonomis hasil dari kreativitas intektual.[3]
HaKI
itu sendiri secara implisit membahasa mengenai hasil karya yang dihasilkan atau
dibuat oleh sesorang. Perkembangan zaman membuat orang terus melakukan inovasi
untuk memenuhi kebutuhannya. Banyak orang yang menciptakan barang guna
menyejahtrakan kehidupan. Contoh: dibidang transportasi, perkembangannya
semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari kendaraan yang ada di jalan
raya. Berawal dari alat transportasi yang masih menggunakan hewan, kini
berkembang ke kendaraan bermotor. Banyak model motor dan mobil yang sering
berlalu-lalang di jalan raya. Merek, bentuk, dan logo kendaraan tersebut
berbeda-beda. Hal ini karena setiap motor dan mobil sudah dipatenkan dari mesin
sampai bodynya. Barang atau produk
yang diciptakan memiliki dua hak, yaitu (1) hak ekonomis, yaitu hak untuk
mendapatkan manfaan ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait; dan (2) hak
moral, yaitu hak yang melekat pada diri si pencipta yang tidak dapat dihilangkan
tanpa alasan apa pun, walaupun hak cipta telah dialihkan.[4]
Pencipta memiliki kuasa atas hasil ciptaannya dan hal ini dilindungi oleh
undang-undang.
Kuasa
penuh atas penemu atau pencipta barang tersebut. Hal inilah yang membuat HaKi
menjadi sebuah hak privat. Hak privat artinya bahwa HaKI hanya dimiliki oleh
seseorang atau suatu badan hukum secara eksekutif.[5]
Secara tidak langsung, orang atau badan hukum tersebut memiliki power yang kuat untuk mengontrol dan
memperbanyak hasil ciptaannya. Jika ada orang atau badan hukum yang meniru
barang tersebut, maka akan kena pidana berupa hukuman atau denda uang.
HaKI
diatur oleh undang-undang yang mengikat setiap masyarakat Indonesia dalam
membuat dan menciptakan sesuatu. Undang-undang yang mengatur menganai hak cipta
sudah ada sejak zaman pemerintahan Belanda. Hal ini dikemukakan oleh Muhamad
Firmansyah, ia mengemukakan:
Peraturan
perundang-udangan di bidang hak kekayaan intelektual (HKI) di Indonesia mulai
ada pada dekade 1980-an, yakni ketika pemerintah kolonial Belanda
memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844.
Selanjutnya, UU Merek pada tahun 1885, UU Paten pada tahun 1910, dan UU Hak
Cipta pada tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indie…Pada zaman
pendudukan Jepang (1942 – 1945), semua peraturan perundang di bidaang HKI masih
berlaku.[6]
Pernyataan diatas dapat disimpulakan
bahwa Indonesia pada saat masih bernama Netherlands
East-Indie, telah mengenal mengenai undang-undang yang membahas mengenai
hak merek, paten, dan cipta sekitar tahun 1844 sampai 1912. Hal ini membuktikan
bahwa Indonesia tidak awam mengenai undang-undang mengenai HaKI.
HaKI itu sendiri
memiliki banyak point-point yang saling berkesinambungan. HaKI dibagi menjadi
dua, yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri (paten, merek, desain industri, DTLST,
rahasia dagang, dan perlindungan verietas tanaman.[7]
Pada bab berikutnya, penulis akan menjelaskan secara rinci dan singkat sub-sub
pada HaKI yang berhubungan dengan karya musik maupun instrument dalam ranah
etnomusikologi.
DAFTAR
PUSTAKA
Firmansyah, Muhamad. Tata Cara Mengurus HaKI: Hal atas Kekayaan
Intelektual. Jakarta: Visi Media. 2008.
Muda, Ahmad A.K. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Reality Publisher. 2006.
Nurachmad,
Much. Segala Tentang HAKI Indonesia. Jogjakarta:
Buku Biru. 2012.
[1]Ahmad A.K. Muda, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya:
Reality Publisher, 2006), 247.
[2]Muda, 270.
[3]Much. Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia
(Jogjakarta: Buku Biru, 2012), 15.
[4]Ibid.
[5]Ibdi, 16.
[6]Muhamad Firmansyah, Tata Cara Mengurus HaKI: Hal atas Kekayaan
Intelektual (Jakarta: Visi Media, 2008), 1-2.
[7]Nurachmad, 22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar